Sebagai khalifah, manusia
diamanatkan untuk memakmurkan kehidupan di bumi (QS. 11:61), yakni menciftkan
suatu kondisi yang diamanatkan itu, setidaknya manusia perlu memiliki kemampuan
untuk mengelola dan mengawasi kehidupan di bumi beserta segala kehidupannya.
Atas dasar ini, maka manusia diberi tanggungjawab untuk memelihara, mengayomi
dan menggunakannya dengan baik (M.Quraish Shihab, 1992:320), dengan tidak
mengabakan keharmonisan tatanan dan kemajemukan yang terdapat di dalamnya. Bila
ketentuan itu dilanggar, maka manusia akan mengalami suatu kondisi kehidupan
yang berimbas pada penurunan tingkat kemuliaan yang disandangnya. Manusia akan
mengalami kehinaan dalam hidupnya dimanapun mereka berada (QS. 3:112).
Gejala ke arah itu mulai tampak. Bebagai kasus
yang menyiarkan adanya pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) muncul
tak berkesudahan. Masalah kependudukan dan lingkungan hidup menjadi bagian dari
kecemasan banyak negara. Kondisi yang dihadapi ini tampaknya sudah demikian
mencemaskan, hingga perlu diagendakan sebagai permasalahan kemanusiaan.
Berbagai pertemuan Internasional telah diselenggarakan dalam upaya menemukan
solusi yang efektif. tampaknya upaya yang disertai dengan kesungguhan yang
optimal belum banyak membuahkan hasil.
Pertemuan dalam skala lokal, regional maupun
internasional mengetengahkan pemikiran para pakar dari berbagai disiplin ilmu.
tapi jarang menyinggung pendekatan keagamaan, khususnya islam. Barangkalo dalam
pendangan sementara pengamat dan para tokoh intelektual, islam tak lebih dari
sebuah doktrin yang berisi ajaran islam semata. Berbeda dengan pandangan H.R.
Gibb yang menyatakan bahwa "Islam bukan hanya berisi ajaran-ajaran yang
bersifat teologi, melainkan juga merupakan sebuah sistem peradaban yang lengkap
(M. Natsir, 1975:15)".
Demikian pula, Edwar Montimer (1985:15),
melainkan bahwa "Islam sebagai pemegang hegemoni peradaban dunia selama
hampir sepuluh abad". Bahkan dalam peradaban Hodson, jika ingin
dikatakan secara jujur, kelahiran abad modern bukanlah di Eropa Barat Laut
(Inggris), melainkan di Cina atau Dunia Islam. Cina menurutnya telah memiliki
latar belakang kebudayaan tinggi. Sedangkan dunia Islam telah siap denga
puluhan ribu tenaga intelektual dalam berbagai disiplin ilmu (Nurcholish
Madjid, 1986:52-26).
Pengutusan Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa misi
rahmat li al-'alamin (QS. 21:108), barangkali cukup absah untuk dijadikan
bahan renungan dan rujukan dalam menata tatanan kehidupan dunia ke depan.
Sejarah telah membuktikan, bagaimana keberhasilan tokoh besar dunia itu (baca,
Nabi Muhammad Saw) menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis di lingkungan
masyarakat majemuk di Madinah. Negara Madinah yang didukung oleh masyarakat
madani (menetap dan berperadaban), dinyatakan oleh AL-Qur'an sebagai masyarakat
manusia (umat) terbaik yang penopangnya, yaitu: 1) anjuran (melalui teladan)
untuk membuat ma'ruf ; 2) pencegahan perbuatan munkar; 3) beriman kepada Allah
(QS. 3:110).
Kegaduhan dunia yang tak berkesudahan sulit
menemukan solusi yang tepat. Sehubungan dengan itu, kajian khusus tentang
doktrin Islam sudah saatnya dilakukan secara intensif dan kontekstual, dalam
bentuk rumusan dan konsep yang layak dipakai, dengan harapan dijadikan rujukan.
Islam sebenarnya sudah sejak awal mengajukan tawaran yang bersifat solutif
dalam mengatasiproblem kehidupan dan kemanusiaan.
Nilai-nilai ajaran islam dalam kehidupan kaum
manusia tampaknya memang baru teradopsi dalam bentuk serpihan yang terpisah dan
terbatas padamasalah ibadah mahdhah, yang langsung dikaitkan dengan kepentingan
kehidupan akhirat. Kaum muslim seakan telah "memasung" nilai-nilai
ajaran agamanya , hingga tak diperbolehkan bergerak ke kawasan "luar
pagar". Dengan demikian prinsip harmonisasi dari ajaran Islam menjadi tak
tersentuh.
Sumber : Buku Islam Humanis hal. 28